Pengertian Ketika Penyerahan - Se-50/Pj/2011
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 50/PJ/2011
TENTANG
PENEGASAN SAAT PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK
SEBAGAI DASAR SAAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Dalam rangka memperlihatkan kepastian aturan dan pemahaman yang sama berkaitan dengan ketika Pembuatan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan perpajakan, dengan ini dijelaskan dan ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 wacana Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), antara lain mengatur bahwa:
a. Pasal 11 ayat (1) abjad a dan abjad c, terutangnya pajak terjadi pada ketika penyerahan Barang Kena Pajak dan pada ketika penyerahan Jasa Kena Pajak. Selanjutnya dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada ketika penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada ketika impor Barang Kena Pajak.
b. Pasal 11 ayat (2), dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, ketika terutangnya pajak ialah pada ketika pembayaran.
c. Pasal 13 ayat (1) abjad a dan abjad b, Pengusaha Kena Pajak wajib menciptakan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) abjad a atau abjad f dan/atau Pasal 16D dan penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) abjad c. Selanjutnya dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa Faktur Pajak tidak perlu dibentuk secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak sanggup berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
d. Pasal 13 ayat (1a) abjad a, Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibentuk pada ketika penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2. Prinsip akrual sebagaimana dimaksud dalam klarifikasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang PPN tersebut di atas mencerminkan bahwa penentuan ketika terutangnya pajak atas penyerahan barang dan penyerahan jasa dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai sejalan dengan norma dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum, penyerahan barang dianggap telah terjadi apabila risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut sanggup diukur dengan handal. Demikian juga dengan penyerahan jasa diakui pada ketika pendapatan atas penyerahan jasa tersebut telah sanggup diestimasi atau diukur dengan handal. Dalam sistem akrual, pendapatan atau piutang diakui pada ketika terjadinya transaksi tersebut, tanpa melihat apakah atas transaksi tersebut telah dibayar ataupun belum dibayar. Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang dicerminkan dengan penerbitan invoice/faktur penjualan yang sekaligus menjadi dokumen sumber dan sebagai dasar pencatatan akreditasi pendapatan atau pencatatan piutang.
3. Selaras dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kelaziman dalam praktek bisnis dengan memperhatikan substansi klarifikasi dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai maka ketika penyerahan Barang Kena Pajak dan ketika penyerahan Jasa Kena Pajak sanggup dijabarkan sebagai berikut:
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 abjad a berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang berdasarkan sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
a) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara pribadi kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
b) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara pribadi kepada peserta barang, untuk pertolongan cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari sentra ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
c) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
d) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada ketika diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
2) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang berdasarkan sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada ketika penyerahan hak untuk memakai atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara aturan atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3) untuk penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
a) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada ketika diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
4) kontrak atau perjanjian ditandatangani atau ketika mulai tersedianya akomodasi atau kemudahan untuk digunakan secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal ketika sebagaimana dimaksud pada abjad a) tidak diketahui.
b. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 abjad a terjadi pada saat:
1) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada ketika diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
2) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal ketika sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak diketahui; atau
3) saat mulai tersedianya akomodasi atau kemudahan untuk digunakan secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pertolongan cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.
4. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, dengan ini ditegaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib menciptakan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajakdan/atau Jasa Kena Pajak pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan pada butir 3 abjad a dan abjad b di atas; atau
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
5. Di samping itu, perlu juga diperhatikan ketentuan mengenai ketika pembuatan Faktur Pajak dalam hal-hal tertentu, yaitu:
a. pada ketika penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diselesaikan dalam suatu masa tertentu, contohnya penyerahan jasa pemborong bangunan; atau
b. pada ketika Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah memberikan tagihan, sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
6. Dalam hal satu faktur penjualan diterbitkan untuk mencatat atau mengakui beberapa kali pengiriman barang yang sesuai dengan dokumen pengiriman barang (delivery order), atas penyerahan barang tersebut sanggup diterbitkan satu Faktur Pajak, baik dalam bentuk Faktur Pajak atau faktur penjualan (dalam hal faktur penjualan berfungsi sebagai Faktur Pajak). Penerbitan faktur penjualan tersebut ialah sebagai dasar akreditasi piutang atau pencatatan penghasilan bagi Pengusaha Kena Pajak Penjual dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilakukan secara konsisten.
7. Contoh ketika pembuatan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak ialah sebagaimana disajikan dalam Lampiran Surat Edaran ini.
Posting Komentar untuk "Pengertian Ketika Penyerahan - Se-50/Pj/2011"