Faktur Pajak : Persandingan Per-159/Pj/2006 Dengan Per-13/Pj./2010
| NO | PER-159/PJ/2006 | PER-13/PJ./2010 | Keterangan |
| 1. | TENTANG SAAT PEMBUATAN, BENTUK, UKURAN, PENGADAAN, TATA | TENTANG BENTUK, UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK | BERUBAH |
| 2. | Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan: 1. Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Faktur Pajak yaitu bukti pungutan Pajak yang dibentuk oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. 3. Faktur Pajak Standar yaitu Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang: a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. 4. Faktur Pajak Gabungan yaitu Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak yang sama. | Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan : 1. Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Faktur Pajak yaitu bukti pungutan pajak yang dibentuk oleh Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 3. Faktur Pajak Gabungan yaitu Faktur Pajak yang mencakup seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. 4. Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yaitu Pengusaha yang dalam acara perjuangan atau pekerjaan utamanya yaitu melaksanakan perjuangan perdagangan dengan cara sebagai berikut: a. menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu kawasan penjualan eceran menyerupai toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan eksklusif kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan yang dilakukan dari rumah ke rumah; b. menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di kawasan penjualan secara eceran tersebut; dan c. melakukan transaksi jual beli secara impulsif tanpa didahului dengan penawaran tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya tiba ke kawasan penjualan tersebut eksklusif membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya. | Penambahan definisi FP Gabungan dan Pedagang Eceran. |
| 3. | Pasal 2 (1) Faktur Pajak Standar harus dibentuk paling lambat: a. pada selesai bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah selesai bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. pada ketika penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum selesai bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; c. pada ketika penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; d. pada ketika penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau e. pada ketika Pengusaha Kena Pajak rekanan memberikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. (2) Faktur Pajak Gabungan harus dibentuk paling lambat: a. pada selesai bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau b. pada selesai bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. | Pasal 2 (1) Faktur Pajak harus dibentuk pada: a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan memberikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. (2) Faktur Pajak Gabungan harus dibentuk paling usang pada selesai bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. | Menyesuaikan dengan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (2) UU PPN. |
| 4. | Pasal 3 (1) Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar diseusaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal dibutuhkan sanggup ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 ihwal Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. (2) Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dibentuk sebagaimana pola pada | Pasal 3 (1) Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak diubahsuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak. (2) Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dibentuk sebagaimana pola pada Lampiran IA dan Lampiran IB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | Sebagian substansi (keterangan lainnya) dipindah ke Pasal 5. |
| 5. | Pasal 4 (1) Pengadaan formulir Faktur Pajak Standar dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. (2) Faktur Pajak Standar paling sedikit dibentuk dalam rangkap 2 (dua) yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut: a. Lembar ke-1, disampaikan kepada Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak. b. Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar. (3) Dalam hal Faktur Pajak Standar dibentuk lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara terang peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak Standar yang bersangkutan. | Pasal 4 (1) Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. (2) Faktur Pajak paling sedikit dibentuk dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : a. Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak. b. Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak. (3) Dalam hal Faktur Pajak dibentuk lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara terang peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan. | Menghilangkan kata “Standar”. |
| 6. | Pasal 5 (1) Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. (2) Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 ihwal Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. (3) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak sanggup dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. (4) Tata Cara Pengisian keterangan pada Faktur Pajak Standar yaitu sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | Pasal 5 (1) Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. (2) Dalam hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak sanggup menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya. (3) Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak cacat. (4) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Pajak Masukan yang tidak sanggup dikreditkan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak. (5) Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak yaitu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | Mengintrodusir Faktur Pajak cacat. |
| 7. | Pasal 6 (1) Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 3 (tiga) digit Kode Cabang. (3) Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan b. 8 (delapan) digit Nomor Urut. | Pasal 6 (1) Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Kode Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 3 (tiga) digit Kode Cabang. (3) Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan b. 8 (delapan) digit Nomor Urut. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 8. | Pasal 7 (1) Penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) aksara c yaitu sebagai berikut: a. bagi Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem Administrasi Modern (SAM), namun: a.1. sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau a.2. Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam dan/atau menerima kemudahan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor; Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar ditentukan sendiri secara berurutan, yaitu diisi dengan instruksi ‘000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari instruksi ‘001’ untuk Kantor Cabang; atau b. bagi Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a, Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar diisi dengan instruksi ‘000’. (2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas Kode Cabang yang dipakai beserta keterangan dari Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a sanggup melaksanakan penambahan dan/atau pengurangan terhadap Kantor-kantor Cabang-nya. (4) Atas penambahan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a harus melaksanakan penambahan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar. (5) Atas pengurangan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a harus menghentikan penggunaan Kode Cabang pada Faktur Pajak Standar atas Kantor Cabang tersebut. (6) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a tidak diperbolehkan mengubah peruntukan Kode Cabang yang telah dipakai atau memakai Kode Cabang yang sudah dilarang penggunaannya. (7) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas penambahan dan/atau penghentian penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) kepada Kepala Kantor kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan dan/atau 1 (satu) bulan sehabis pengurangan Kantor Cabang, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (8) Dalam hal: a. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a, tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (7), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan hingga dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). b. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara b, menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan memakai Kode Cabang selain Kode Cabang yang telah ditetapkan, maka Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). | Pasal 7 (1) Penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) aksara c yaitu sebagai berikut : a. Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang yang: a.1. sistem penerbitan Faktur Pajak-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau a.2. Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau menerima kemudahan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan/atau berada di Kawasan Ekonomi Khusus; Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak ditentukan sendiri secara berurutan, yaitu diisi dengan instruksi ’000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari instruksi ’001’ untuk Kantor Cabang; atau b. bagi Pengusaha Kena Pajak yang: b.1 tidak melaksanakan pemusatan; atau b.2 melaksanakan pemusatan selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a, Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak diisi dengan instruksi ’000’. (2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas Kode Cabang yang dipakai beserta keterangan dari Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan paling usang selesai bulan berikutnya setelah bulan penggunaan Kode Cabang, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperbolehkan mengubah peruntukan Kode Cabang yang telah digunakan. (4) Penambahan dan/atau pengurangan Kode Cabang sanggup dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. (5) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas penambahan dan/atau pengurangan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak kepada Kepala Kantor kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan paling usang selesai bulan berikutnya setelah: a. bulan diterbitkannya Faktur Pajak dalam hal terjadi penambahan Kantor cabang, atau b. terjadinya pengurangan Kantor Cabang, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (6) Dalam hal terjadi pengurangan Kode Cabang jawaban adanya penutupan Kantor Cabang, maka Pengusaha Kena Pajak: a. harus menghentikan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak atas Kantor Cabang yang ditutup; dan b. tidak boleh memakai kembali Kode Cabang yang sudah dilarang sebagaimana dimaksud pada aksara a. (7) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (5), maka Faktur Pajak yang diterbitkan hingga dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak cacat; b. menerbitkan Faktur Pajak dengan memakai Kode Cabang selain dari Kode Cabang yang telah ditetapkan, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak cacat. | Menghilangkan kata “Standar” dan memperjelas beberapa hal: 1)huruf b untuk yang tidak pemusatan, atau yang pemusatan tapi sudah online 2)perubahan instruksi dalam hal pemusatan |
| 9. | | Pasal 8 Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melaksanakan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat. | Mengintrodusir Faktur Pajak cacat |
| 10. | Pasal 8 (1) Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) aksara b dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibentuk secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan. (2) Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang gres dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai semenjak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. (3) Dalam hal Faktur Pajak Standar diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) aksara a, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabangnya kecuali bagi Kantor Cabang yang gres dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai semenjak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. (4) Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun takwim berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar yang dipakai oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 1 (satu). (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) aksara a yang Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor Cabangnya telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan). (6) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lambat pada ketika Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut 1 (satu) tersebut diterbitkan, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (7) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada awal tahun takwim berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). (8) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang gres dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). (9) Ketentuan pada ayat (8) berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (10) Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Standar mulai dari Nomor Urut 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan hingga dengan Masa Pajak Desember atau hingga dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). | Pasal 9 (1) Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) aksara b dan tanggal Faktur Pajak harus dibentuk secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan. (2) Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang gres dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 dimulai semenjak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. (3) Dalam hal Faktur Pajak diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) aksara a, maka Nomor Urut 00000001 dimulai pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya kecuali bagi Kantor Cabang yang gres dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 dimulai semenjak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. (4) Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun kalender berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak yang dipakai oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 00000001. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang Nomor Urut pada Faktur Pajak-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor Cabangnya telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan). (6) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan, paling usang pada selesai bulan berikutnya setelah bulan Nomor Urut 00000001 dipakai kembali, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (7) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada awal tahun kalender berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). (8) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang gres dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor Urut 00000001, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat. (9) Ketentuan pada ayat (8) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (10) Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak mulai dari Nomor Urut 00000001 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan hingga dengan Masa Pajak Desember atau hingga dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 11. | Pasal 9 (1) Pengusaha Kena Pajak wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan pola tandatangannya kepada Kepala Kantor paling lambat pada ketika pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Pengusaha Kena Pajak sanggup menunjuk lebih dari 1 (satu) orang Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak mempunyai struktur organisasi, memperlihatkan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan pola tandatangannya kepada Kepala Kantor paling lambat pada ketika pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Dalam hal terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka Pengusaha Kena Pajak wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor paling lambat pada ketika pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melaksanakan pemusatan kawasan pajak terutang, maka pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula pejabat di tempat-tempat acara perjuangan dipusatkan, yang ditunjuk oleh Kantor Pusat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh kawasan pemusatan pajak terutang yang dicetak di tempat-tempat acara perjuangan masing-masing. (6) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan hingga dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). | Pasal 10 (1) Pengusaha Kena Pajak wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan pola tandatangannya kepada Kepala Kantor paling usang pada selesai bulan berikutnya semenjak bulan pejabat tersebut mulai melaksanakan penandatanganan Faktur Pajak dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Pengusaha Kena Pajak sanggup menunjuk lebih dari 1 (satu) orang Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak mempunyai struktur organisasi, memperlihatkan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan pola tandatangannya kepada Kepala Kantor paling usang pada selesai bulan berikutnya ketika pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Dalam hal terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka Pengusaha Kena Pajak wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor paling lambat pada selesai bulan berikutnya semenjak bulan pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan memakai formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melaksanakan pemusatan kawasan pajak terutang, maka pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula pejabat di tempat-tempat acara perjuangan yang dipusatkan, yang ditunjuk oleh Kantor Pusat untuk menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan oleh kawasan pemusatan pajak terutang yang dicetak di tempat-tempat acara perjuangan masing-masing. (6) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor kawasan Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau kawasan pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan hingga dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 12. | Pasal 10 Faktur Pajak yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar. | Pasal 11 Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), dipersamakan dengan Faktur Pajak. | Memperbaiki redaksi |
| 13. | Pasal 11 (1) Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, terang dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut sanggup menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara A Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Atas Faktur Pajak Standar yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang mendapatkan Faktur Pajak Standar tersebut sanggup menciptakan copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara B Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Dalam hal terdapat penghapusan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya telah diterbitkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar harus melaksanakan penghapusan Faktur Pajak Standar yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara C Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | Pasal 12 (1) Atas Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut sanggup menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara A Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Atas Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang mendapatkan Faktur Pajak tersebut sanggup menciptakan copy dari arsip Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara B Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Dalam hal terdapat penghapusan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melaksanakan penghapusan Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII aksara C Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak inii. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 14. | Pasal 12 (1) Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) atau penghapusan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), hanya sanggup dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun semenjak Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut diterbitkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan investigasi dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya. (2) Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti dan/atau penghapusan Faktur Pajak Standar harus melaksanakan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan. (3) Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melaksanakan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual, harus melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan. | Pasal 13 (1) Penerbitan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau penghapusan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) sanggup dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan investigasi atau atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut belum dibebankan sebagai biaya. (2) Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penerbitan Faktur Pajak pengganti dan/atau penghapusan Faktur Pajak harus melaksanakan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan. (3) Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melaksanakan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual, harus melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 15. | Pasal 13 (1) Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan semenjak ketika Faktur Pajak Standar seharusnya dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu bukan merupakan Faktur Pajak Standar. (2) Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. | Pasal 14 (1) Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan semenjak ketika Faktur Pajak seharusnya dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. (2) Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sanggup mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. | Menghilangkan kata “Standar” |
| 16. | Pasal 14 (1) Pengusaha Kena Pajak dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 ihwal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dalam hal : a. menerbitkan Faktur Pajak Standar yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). b. menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). (2) Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak sanggup mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. | Pasal 15 (1) Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi manajemen sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal : a. menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan/atau b. menerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai: a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak; atau b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau peserta Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. | Mempertegas pengenaan hukuman terkait Pasal 14 UU KUP |
| 17. | Pasal 15 (1) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, namun Faktur Pajak Standar-nya belum diterbitkan, maka Faktur Pajak Standar harus diterbitkan dengan memakai Kode dan Nomor Seri sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang masih memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang lama, namun Faktur Pajak Standar-nya diterima dan/atau dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum pada Faktur Pajak Standar tetap sanggup dikreditkan dengan Pajak Keluaran sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (3) Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti atas Faktur Pajak Standar yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) aksara b yang melaksanakan pemusatan kawasan pajak terutang yang keputusan pemusatannya diberikan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, namun : a. sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau b. Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam dan/atau menerima kemudahan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor; maka pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar dilakukan sama dengan pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) aksara a, hingga dengan berakhirnya masa berlaku pemusatan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemusatan kawasan pajak terutang. (5) Untuk pertama kali semenjak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Pengusaha Kena Pajak wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar yang akan dipakai dan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan pola tandatangannya kepada Kepala Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (3), paling lambat pada tanggal 20 Januari 2007. (6) Dalam hal hingga dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat memberikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang dan/atau pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar kepada Kepala Kantor , maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan hingga dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). | Pasal 16 (1) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, namun Faktur Pajak-nya belum diterbitkan, maka Faktur Pajak harus diterbitkan dengan memakai Kode dan Nomor Seri sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan potongan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang masih memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang lama, namun Faktur Pajak-nya diterima dan/atau dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum pada Faktur Pajak tetap sanggup dikreditkan dengan Pajak Keluaran sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (3) Penerbitan Faktur Pajak pengganti atas Faktur Pajak yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | 1)Menghilangkan kata “Standar” 2)menghapus ayat (4) s/d ayat (6) sebab tidak dibutuhkan lagi. |
| 18. | | Pasal 17 (1) Sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sanggup memakai instruksi dan nomor seri khusus sebagai pengganti Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1). (2) Kode dan nomor seri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup berupa nomor invoice atau nomor struk yang ditentukan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. (3) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2011 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib memakai Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1). | Memberikan kemudahan bagi PKP PE |
| 19. | Pasal 16 (1) Pada ketika Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku : a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor dinyatakan tidak berlaku. (2) Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur ihwal Faktur Pajak Standar sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku. | Pasal 18 (1) Pada ketika Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku: a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000 ihwal Syarat-Syarat Faktur Pajak Sederhana sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-97/PJ./2005; dan b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 ihwal Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur ihwal Faktur Pajak sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku. | |
| 20. | Pasal 17 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk penerbitan Faktur Pajak mulai Masa Pajak Januari 2007. | Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010. | |
| 21. | Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 31 Oktober 2006 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Ttd DARMIN NASUTION NIP 130605098 | Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal DIREKTUR JENDERAL PAJAK, MOCHAMAD TJIPTARDJO NIP 060044911 | |
Posting Komentar untuk "Faktur Pajak : Persandingan Per-159/Pj/2006 Dengan Per-13/Pj./2010"